Senin, 24 Juni 2013


LAYANAN KONSELING
DALAM PROSES BIMBINGAN

Oleh
Kelompok 1

Makalah
Sebagai Salah Satu Syarat Mata Kuliah
Layanan Konseling Diperluas


logo stkip
                                                   




SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
(STKIP MPL)
2013

NAMA ANGGOTA KELOMPOK
             

No
NAMA
NPM
TTD
1
Hermis Sisuwardella
11020012
1.
2
Sri Rahayu Widowati
11020031
2.
3
Rina Hidayah Kusuma Wati
11020036
3.
4
Ahbirul Muqodas
11020020
4.
5
Putra Dwi Setiawan
11020040
5
6
Imam Bahari
11020043
6

Pringsewu,……. ……..2013













KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, Karena atas berkat dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah dengan pembahasan Layanan Konseling Dalam Proses Bimbingan, makalah ini disusun Sebagai Tugas Kelompok Mata Kuliah Layanan Konseling Diperluas dengan dosen Pengampu Ibu Dra.Meilistia SY,M.Pd.
Dalam menyelesaikan makalah ini kelompok banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kelompok mengucapkan terimakasih atas bantuan dan bimbingannya kepada:
1.      Ibu Dra.Meilistia SY,M.Pd selaku dosen pengampu Layanan Konseling Diperluas
2.      Kedua orang tua dan semua pihak yang telah membantu dan membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karna itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pringsewu,………… …..2013
Penyusun

Kelompok



DAFTRA ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
NAMA ANGGOTA............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah............................................................................
B.     Identifikasi Masalah..................................................................................
C.     Rumusan Masalah.....................................................................................
D.    Tujuan penulisan........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.    Definisi Konseling.....................................................................................
B.     Ciri-ciri Konseling.....................................................................................
C.     Tujuan Konseling......................................................................................

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................................
Daftar Pustaka





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995)
Bimbingan dan konseling merupakan  upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang penting untuk mengembangkan lingkungan, membangun interaksi dinamis antara individu dengan lingkungan, membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah dan memperbaiki perilaku.
Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks  adegan mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan layanan ahli dalam konteks memandirikan peserta didik. (Naskah Akademik ABKIN, Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, 2007).
Merujuk pada UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebutan untuk guru pembimbing dimantapkan menjadi ’Konselor.” Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur  (UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6). Pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara tenaga pendidik satu dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting layanan spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan.
Dasar pertimbangan atau pemikiran tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum, undang-undang atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).
Dalam konteks tersebut, hasil studi lapangan (2007) menunjukkan bahwa layanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah sangat dibutuhkan, karena banyaknya masalah peserta didik di Sekolah/Madrasah, besarnya kebutuhan peserta didik akan pengarahan diri dalam memilih dan mengambil keputusan, perlunya aturan yang memayungi layanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, serta perbaikan tata kerja baik dalam aspek ketenagaan maupun manajemen.
Layanan bimbingan dan konseling diharapkan membantu peserta didik dalam pengenalan diri, pengenalan lingkungan dan pengambilan keputusan, serta memberikan arahan terhadap perkembangan peserta didik; tidak hanya untuk peserta didik yang bermasalah tetapi untuk seluruh peserta didik. Layanan bimbingan dan konseling tidak terbatas pada peserta didik tertentu  atau yang perlu  ‘dipanggil’  saja”, melainkan untuk seluruh peserta.



B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kelompok ingin mengidentifikasi makalah ini dengan kaitanya:
1.      Definisi  Konseling
2.      Ciri-Ciri Konseling
3.      Tujuan Konseling

C.     Rumusan Masalah
Sesuai dengan identifikasi masalah, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah idetifikasi Layanan Konseling Dalam Proses Bimbingan

D.    Tujuan penulisan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas akan Layanan Konseling Dalam Proses Bimbingan dalam kehidupan, serta memenuhi salah satu syarat mata kuliah Layanan Konseling Diperluas dengan dosen pengampu Dra.Meilistia SY, M.Pd.













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Konseling
Menurut Rogers dalam Hendrarno tahun 2003 Menyatakan bahwa konseling merupakan rangkaian-rangkaian kontak atau hubungan secara langsung dengan individu yang tujuannya memberikan bantuan dalam merubah sikap dan tingkah lakunya. Serta dalam konseling berlangsung agar dapat memiliki pemahaman-pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan  kebutuhan-kebutuhan, motivasi dan potensi-potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk dapat mengapresiasikan. Bahwa konseling islam merupakan bantuan yang diberikan kepada individu baik itu secara kelompok atau perorangan. Hal ini demi mewujudkan diri sebagai manusia seutuhnya, berarti mewujudkan diri sesuai dengan hakekatnya sebagai manusia untuk menjadi manusia yang selaras perkembangan unsur dirinya dan pelaksanaan fungsi atau kedudukannya sebagai makhluk Allah, makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk berbudaya. Konseling terbagi menjadi dua yaitu:
1.      Layanan konseling kelompok
merupakan upaya bantuan untuk dapat memecahkan masalah siswa dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Apabila dinamika kelompok dapat terwujud dengan baik maka anggota kelompok akan saling menolong, menerima dan berempati dengan tulus. Konseling kelompok merupakan wahana untuk menambah penerimaan diri dan orang lain, menemukan alternatif cara penyelesaian masalah dan mengambil keputusan yang tepat dari konflik yang dialaminya dan untuk meningkatkan tujuan diri, otonomi dan rasa tanggung jawab pada diri sendiri dan orang lain. Dengan  demikian konseling kelompok memberikan kontribusi yang penting dalam meningkatkan penyesuaian diri, apalagi masalah penyesuaian diri merupakan masalah yang banyak dialami oleh siswa sehingga untuk mengefisiensikan waktu konseling kelompok dimungkinkan lebih efektif dibandingkan layanan konseling individual.
2.      Konseling perorangan
Yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing (konselor) dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang dideritanya atau yang dialaminya. Definisi yang dikemukakan Gibson dan Mitchell sejalan dengan pendapat Dryden (dalam Palmer & McMahon, 1989:39) bahwa konseling perorangan sangat menjaga kerahasiaan klien; konseling perorangan akan membuat hubungan akrab antara klien dan konselor; konseling perorangan sebagai proses pembelajaran klien; konseling perorangan adalah sebuah proses teraputik.
B.     Ciri-Ciri Konseling
Ø  Konseling Trait & Factor
kepribadian merupakan suatu system sifat atau factor yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya seperti kecakapan,minat,sikap,dan tempramen.
Proses konseling dibagi dalam lima tahap sebagai berikut :
·         Tahap Analisis: Tahap kegiatan yang terdiri pengumpulan informasi dan data mengenai klien.
·         Tahap Sintesis
Langkah merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian rupa sehingga menunjukkan bakat, kekuatan, kelemahan dan kemampuan penyesuaian diri klien.
·         Tahap Diagnosis
Sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan hendaknya dapat menemukan ketetapan yang dapat mengarah kepada permasalahan, sebab-sebabnya, sifat-sifat klien yang relevan dan berpengruh pada penyesuaian diri. Diagnosis meliputi :
a)      Identifikasi masalah yang sifatnya deskriptif misalnya dengan menggunakan kategori Bordin dan Pepinsky
Kategori diagnosis Bordin
1)      dependence (ketergantungan)
2)      lack of information (kurangnya informasi)
3)      self conflict (konflik diri)
4)      choice anxiety (kecemasan dalam membuat pilihan)
Kategori diagnosis Pepinsky
1)      lack of assurance (kurang dukungan)
2)      lack of information (kurang informasi)
3)       dependence (ketergantungan)
4)      self conflict (konlflik diri)

b)      Menentukan sebab-sebab, mencakup perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan yang dapat menerangkan sebab-sebab gejala. Konselor menggunakan intuisinya yang dicek oleh logika, oleh reaksi klien, oleh uji coba dari program kerja berdasarkan diagnosa sementara.
c)      Prognosis yang sebenarnya terkandung didalam diagnosis misalnya diagnosisnya kurang cerdas pronosisnya menjadi kurang cerdas untuk pekerjaan sekolah yang sulit sehingga mungkin sekali gagal kalau ingin belajar menjadi dokter. Kalau klien belum sanggup berbuat demikian, maka Konselor bertanggung jawab dan membantu klien untuk mencapai tingkat pengambilan tanggung jawab. Untuk dirinya sendiri, yang berarti dia mampu dan mengerti secara logis, tetapi secara emosional belum mau menerima.
·         Tahap Konseling
Merupakan hubungan membantu klien untuk menemukan sumber diri sendiri maupun sumber diluar dirinya, baik dilembaga, sekolah dan masyarakat dalam upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian optimal, sesuai dengan kemampuannya. Dalam kaitan ini ada lima jenis konseling adalah :
a)      belajar terpimpin menuju pengertian diri
b)      mendidik kembali atau mengajar kembali sesuai dengan kebutuhan individu sebagai alat untuk mencapai tujuan kepribadiannya dan penyesuaian hidupnya.
c)      Bantuan pribadi dan Konselor, agar klien mengerti dan trampil dalam menggunakan prinsip dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
d)     Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan efektif.
e)      Mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau penyaluran
·         Tahap Tindak Lanjut

Mencakup bantuan kepada klien dalam menghadapi maslaah baru dengan mengingatkannya kepada masalah sumbernya sehingga menjamin keberhasilan konsleing. Teknik yang digunakan harus disesuaikan dengan individualitas klien.
·         Teknik Konseling

1)      Pengunaan hungan intim (Rapport), Konselor harus menerima konseli dalam hubungan yang hangat, intim, bersifat pribadi, penuh pemahaman dan terhindar dari hal-hal yang mengancam konseli.
2)      Memperbaiki pemahaman diri, konseli harus memahami kekuatan dan kelemahan dirinya, dan dibantu untuk menggunakan kekuatannya dalam upaya mengatasi kelemahannya. Penafsiran data dan diagnosis dilakukan bersama-sama dengan klien dan Konselor menunjukkan profil tes secara arif.
3)      Pemberian nasehat dan perencanaan program kegiatan. Konselor mulai dari pilihan, tujuan, pandangan atau sikap Konselor dan kemudian menunjukkan data yang mendukung atau tidak mendukung dari hasil diagnosis. Penjelasan mengenai pemberian nasehat harus dipahami klien.
Tiga metode pemberian nasehat yang dapat digunakan oleh Konselor:
a)      Nasehat langsung (direct advising), dimana Konselor secara terbuka dan jelas menyatakan pendapatnya.
b)      Metode persuasif, dengan menunjukan pilihan yang pasti secara jelas.
c)      Metode penjelasan, yang merupakan metode ynag paling dikehendaki dan memuaskan. Konselor secara hati-hati dan perlahan-lahan menjelaskan data diagnostic dan menunjukan kemungkinan situasi yang menuntut penggunaan potensi konseli.
d)     Melaksanakan rencana, yaitu Konselor memberikan bantuan  dalam menetapkan pilihan atau keputusan secara implementasinya.
4). menunjukkan kepada petugas lain (alih tangan) bila dirasa Konselor tidak dapat mengatasi masalah klien.
Kontribusi yang diberikan oleh teori Trait & Faktor.
1)      Teori sifat dan faktor menerapkan pendekatan ilmiah kepada konseli.
2)      Penekanan pada penggunaan data tes obyektif, membawa kepad aupaya perbaikan dalam pengembangan dan penggunaannya, serta perbaikan dalam pengumpulan dan pengunaan data lingkungan.
3)      Penekanan yang diberikan pada diagnosis mengandung makna sebagai suatu perhatian masalah dan sumbernya dan mengarah pada upaya mengkreasikan teknik-teknik untuk mengatasinya.
4)      penekanan pada aspek kognitif merupakan upaya menseimbangkan pandangan lain yang lebih menekankan aspek afektik atau emosional.

Ø  Konseling Rational Emotive 
Salah satu teori utama mengenai kepribadian yang ditemukan oleh Albert Ellis dan para penganut Rational Emotive therapy dikenal dengan “Teori A-B-C-D-E).
Albert Ellis (1973) memberikan gambaran tentang apa yang dapat dilakukan oleh praktisi rasional-emotive yaitu :
1)      Mengajak, mendorong klien untuk menanggalkan ide-ide irasional yang mendasari gangguan emosional dan perilaku.
2)      Menantang klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional.
3)       Menunjukkan kepada klien azas ilogis dalam berpikirnya.
4)      Menggunakan analisis logis untuk mengurangi keyakinan-keyakinan irasional (irrational beliefs) klien.
5)      Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan irasional ini adalah inoperative dan bahkan hal ini pasti senantiasa mengarahkan klien pada gangguan-gangguan behavioral dan emosional.
6)      Menggunakan absurdity dan humaor untuk menantang irasionalitas pemikiran klien.
7)      Menjelaskan kepada klien bagaimana ide-ide irasional ini dapat ditempatkankembali dan disubtitusikan kepada ide-ide rasional yang harus secara empirik melatar belakangi kehidupannya.
8)      Mengajarkan kepada klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan-pendekatan ilmiah, obyektif dan logis dalam berpikir dan selanjutnya melatih diri klien untuk mengobservasi dan menghayati sendiri bahwaide-ide irasional dan deduksi-deduksi hanya kan membantu perkembangan perilaku dan perasaan-perasaan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.

Ø  Konseling Behavioral
Krumboltz, Carl E. Thoresen, Ray E. Hosfor , Bandura, Wolpe dll). perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkresi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya.

·         Thoresen (shertzer & Stone 1980, 188) memberikan ciri-ciri konseling behavioral sebagai berikut:
1)      Kebanyakan perilaku manusia dipelajari oleh sebab itu dapat diubah.
2)      Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individu dapat membantu dalam mengubah perilaku-perilaku yang relevan. Prosedur-prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan mengubah lingkungan.
3)      Prinsip-prinsip belajar spesial seperti : “reinforcement” dan “social modeling” , dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling.
4)      Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilaku-perilaku khusus diluar wawancara prosedur-prosedur konseling.
5)      Prosedurprosedur konseling tidak statik, tetap atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus didesain untuk membantu klien dalam memecahkan masalah khusus.
Menurut Krumboltz dan Thoresen (Shertzer & Stone, 1980, 190) konsseling behavior merupakan suatu proses membantu orang untuk memecahkan masalah.interpersonal, emosional dan keputusan tertentu.
Urutan pemilihan dan penetapan tujuan dalan konseling yang digambarkan oleh Cormier and Cormier (Corey, 1986, 178) sebagai salah satu bentuk kerja sama antara konselor dan klien sebagai berikut :
1)      . Konselor menjelaskan maksud dan tujuan.
2)       Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling.
3)       Klien dan konselor menetapkan tujuan yang telah ditetapkan apakah merupakan perubahan yang dimiliki oleh klien.
4)       Bersama-sama menjajaki apakah tujuan itu realistik.
5)       Mendiskusikan kemungkinan manfaat tujuan.
6)       Mendiskusikan kemungkinan kerugian tujuan.
7)       Atas dasar informasi yang diperoleh tentang tujuan klien, konselor dan klien membuat salah satu keputusan berikut : untuk meneruskan konseling atau mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari referal.
·                  Metode yang dapat digunakan :
1)      Pendekatan operant learning hal yang penting adalah pengutan (reinfocement) yang dapat menghasilkan perilaku klien yang dikehendaki.
2)       Metode Unitative Learning aau social modeling diterapkan oleh konselor dengna merancang suatu perilaku adaptif yang dpaat dijadikan model oleh klien.
3)      Metode Cognitive Learning atau pembelajaran kognitif merupakan metode yang berupa pengajaran secara verbal, kontrak antara konselor dan klien, dan bermain peranan.
4)      Metode Emotional Learning, atau pembelajaran emosional diterapkan pada individu yang mengalami suatu kecemasan.

Ø  Konseling Psikoanalisa
Sigmund Freud, Carl Jung, Otto Rank, William Reich, Karen Honey, Adler. Harry Stack Sullivan,dll. Freud yang anti rasionalisme menekankan motivasi tidak sadar, konflik, dan simbolisme sebagai konsep primer. Manusia pada hakekatnya bersifat biologis, dilahirkan dengan dorongan-dorongan instingtif, dan perilaku merupakan fungsi mereaksi secara mendalan terhadap dorongan-dorongan itu. Manusia bersifat tidak rasional dan tidak sosial, dan destruktif terhadap dirinya dan orang lain. Energi psikis yang paling dasar disebut libido yang bersumber dari dorongan seksual yang terarah kepada pencapaian kesenangan.
·         Tujuan konseling psikoanalitikadalah membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat yang tidak sadar menjadi sadar dalam diri klien.
1)      Proses konseling dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisa dan ditafsirkan dengan tujuan untuk merekonstruksi kepribadian.
2)      Konseling analitik menekankan dimensi afektif dalam membuat pemahaman ketidak sadaran.
3)      Tilikan dan pemahaman intelektual sangat penting, tetapi yang lebih adalah mengasosiasikan antara perasaan dan ingatan dengan pemahaman diri.
4)      Satu karakteristik konseling psikonalisa adalah bahwa terapi atau analisis bersikap anonim (tak dikenal) dan bertindak sangat sedikit menunjukkan perasaan dan pengalamannya, sehingga dengan demikian klien akan memantulkan perasaannya kepada konselor. Proyeksi klien merupakan bahan terapi yang ditafsirkan dan dianalisia.  
5)      Konselor harus membangun hunbungan kerja sama dengan klien kemudian melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
6)      Menata proses terapeutik yang demikian dalam konteks pemahaman struktur kepribadian dan psikodinamika memungkinkan konselor merumuskan masalah klien secara sesungguhnya. Konselor mengajari klien memaknai proses ini sehingga klien memperoleh tilikan mengenai masalahnya.
7)      Klien harus menyanggupi dirinya sendiri untuk melakukan proses terapi dalam jangka panjang. Setiap pertemuan biasa berlangsung satu jam.
8)      Setelah beberapa kali pertemuan kemudian klien melakukan kegiatan asosiasi bebas. Yaitu klien mengatakan apa saja ynag terlintas dalam pikirannya.

·         Teknik-teknik terapi
1)      Asosiasi bebas
2)      Interpretasi
3)      Analisis mimpi
4)      Analisis Resistensi
5)      Analisis transferensi (pemindahan)

Ø  Konseling Psikologi Individual
Alfred Adler, Rudolph Dreikurs, Martin Son Tesgard, dan Donal Dinkmeyer. Konstruk utama psikologi individual adalah bahwa perilaku manusia dipandang sebagai suatu kompensasi terhadap perasaan inferioritas (kurang harga diri). Istilah yang digunakan oleh Adler adalah “inferiority complex” untuk menggambarkan keadaan perasaan harga diri kurang yang selalu mendorong individu untuk melakukan kompensasi mencapai keunggulan. Perilaku merupakan suatu upaya untuk mencapai keseimbangan.
Kompleks rasa rendah diri (inferiority complex) menurut Adler berasal dari tiga sumber :
1)       Kekurangan dalam hal fisik
2)       Anak yang dimanja
3)       Anak yang mendapat penolakan

·         Proses Konseling
Tujuan konseling menurut Adler adalah mengurangi intensitas perasaan rasa rendah diri (inferior), memperbaiki kebiasaan-kebiasaan yang salah dalam persepsi, menetapkan tujuan hidup, mengembangkan kasih sayang terhadap orang lain, dan meningkatkan kegiatan.
Menurut Ansbacher & Anbacher (Shertzer & Stone, 1980, 204) ada tiga komponen pokok dalam proses konseling :
1)      Memperoleh pemahaman gaya hidup klein yang spesifik, gejala dan masalahnya, melalui empati, intuisi dan penaksiran konselor. Dalam unsur ini konselor membentuk hipotesis mengenai gaya hidup dan situasi klien.
2)      Proses menjelaskan kepada klien, dalam komponen ini hipotesis gaya hidup yang dikembangkan dalam komponen pertama harus ditafsirkan dan dikomunikasikan dengan klien sehingga dapat diterima. Psikologi individual menekankan pentingnya membantu klien untuk memperoleh tilikan terhadap kondisinya.
3)      Proses memperkuat minat sosial, klien dengan menghadapkan mereka, secara seimbang, dan menunjukkan minat dan kepedulian mereka.

Ø  Konseling Analisis Transaksional
(Eric Berne) pioner yang menerapkan analisa transaksional dalam psikoterapi.Dalam terapi ini hubungan konselor dan klien dipandang sebgai suatu transaksional (interaksi, tindakan yang diambil, tanya jawab) dimana masing0masing partisipan berhubungan satu sama lain. Sebagai fungsi tujuan tertentu. Transaksi menurut Berne merupakan manivestasi hubungan sosial. Berne membagi psikoterapi konvensional menjadi dua kelompok:
1)      Kelompok yangh melibatkan sugesti, dukungan kembali (reassurence), dan fungsi parental lain.
2)      Kelompok yang melibatkan pendekatan rasional, dengan menggunakan konfrontasi dan interpretasi seperti terapi non direktif dan psiko analisa.
·         Proses Konseling
Tugas utama konselor yang menggunakan analisis transaksional adalah mengajar bahasa dan ide-ide sistem untuk mendiagnosa transaksi.
Konselor transaksional selalu aktif, menghindarkan keadaan diam yang terlalu lama, dan mempunyai tanggung jawab untuk memelihara perhatian pada transaksi. Tujuan konseling adalah :
1)      Membantu klien dalam memprogram pribadinya.
2)      Klien dibantu untuk menjadi bebas dalam berbuat, bermain, dan menjadi orang mandiri dalam memilih apa yang mereka inginkan.
3)      Klien dibantu mengkaji keputusan yang telah dibuat dan membuat keputusan baru atas dasar kesadaran.
4)      Teknik-teknik daftar cek, analisis script atau kuisioner digunakan untuk mengenal keputusan yang telah dibuat sebelumnya.
5)      Klien berpartisipasi aktif dalam diagnosis dan diajar untuk membuat tafsiran dan pertimbangan nilai sendiri.
6)      Teknik konfrontasi juga dapat digunakan dalam analisis transaksional dan pengajuan pertanyaan merupakan pendeatan dasar.
7)      untuk berlangsungnya konseling kontrak antara konselor dan klien sangat diperlukan.

Ø  Konseling Client Centered (Berpusat Pada Klien)
(Carl R. Roger) menurut Roger Konseling dan Psikoterapi tidak mempunyai perbedaan. Konseling yang berpusat pada klien sebagai konsep dan alat baru dalam terapi yang dapat diterapkan pada orang dewasa, remaja, dan anak-anak.
Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
·         Proses konseling
1)      Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
2)      konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan pearasaan yang mengarah pada pertumbuhan.
3)      Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri.
4)      dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
5)      Aawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.
·         Karakteristik konseling berpusat pada klien.
1)      Fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan terpecahnya masalah.
2)      Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek.
3)      Masa kini lebih banyak diperhatikan dari pada masa lalu.
4)      Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling.
5)      Proses terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya.
6)      Hubungan konselor dan klien merupakan situasi pengalaman terapeutik yang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri.
7)      Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat pasif reflektif.


Ø  Konseling Terapy Gestalt
Frederick S. Peris 1989-1970) terapi ini dikembangkan dari sumber dan pengaruh tiga disiplin yang sangat berbeda yaitu :
·         Psikoanalisis terutama yang dikembangkan oleh Wilhelm Reih
·         Fenomenolohi eksistensialisme Eropa dan
·          Psikologi Gestalt
Peris menyatakan bahwa individu, dalam hal ini manusia, selalu aktif sebagai keseluruhan, merupakan koordinasi dari seluruh organ. Kesehatan merupakan keseimbangan yang layak. Pertentangan antara keberadaan sosial dan biologis merupakan konsep dasar terapi Gestaslt.
o   Proses Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah meningkatkan proses pertumbuhan klien dan membantu klien mengembangkan potensi manusiawinya.
Fokus utama dalam konseing Gestalt adalah membantu individu melalui transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan mandiri (selft-support).  
o   Konsep utama terapi Peris adalah Unfinished business yang tercakup didalamnya adalah emisi-emosi, peristiwa-peristiwa, ingatan-ingatan (memories), yang terhambat dinyatakan oleh individu yang bersangkutan. Avoidance atau penghindaran adalah segala cara yang digunakan oleh seseorang untuk melarikan diri dari Unfinished business. Bentuk-bentuk avoidance antara lain phobia, melarikan diri, mengganti terapist, mengubah pasangan.
o   Garis-garis besar terapi Gestalt
1)      Fase pertama : membentuk pola pertemuan terapeutik agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Situasi mengandung komponen emosional dan intuitif.
2)      Fase kedua : melaksanakan pengawasan , konselor berusaha meyakinkan atau memaksa klien mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan keadaan klien. Dua hal yang harus dilakukan :
Menimbulkan motivasi pada klien.
Menciptakan rapport yaitu hubungan baik antara konselor dan klien agar timbul rasa percaya klien bahwa segala usaha konselor itu disadari benar oleh klien untuk kepentingannya.
3)      Fase ketiga : klien didorong untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada pertemuan-pertemuan terapi saat ini, bukan menceritakan masa lalu atau harapan-harapan masa datang.
4)      Fase terakhir : setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya, tindakannya, perasaannya, maka terapi ada pada fase terakhir. Pada fase ini klien harus memiliki ciri-ciri yang menunjukan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien harus memiliki kepercayaan pada potensinya. Menyadari diriny, sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perbuatannya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya.


C.     Tujuan Konseling
Tujuan untuk membantu kliennya memiliki kemampuan menolong diri sendiri, sehingga dapat menghadapi situasi hidup selanjutnya dengan lebih konstruktif. (Oates, 1974:9) Menurut Clinebell, tujuan konseling adalah membebaskan, memberda
yakan dan merawat individu dalam keutuhannya. Utuh yang dimaksudkan adalah bertumbuh dalam enam dimensi yang bersifat interdependen: pikiran, tubuh, relasi dengan orang lain, lingkungan hidup, relasi dengan lembaga yang mendukung kita, relasi kita dengan Tuhan.
Interdependen artinya, kemunduran pada satu aspek dapat mengganggu pertumbuhan aspek lainnya. Menurut Yohanes 10:10 tujuan konseling adalah membawa manusia kembali pada pertumbuhan yang utuh sesuai rencana Allah. Rosalina dalam bagian lain mengatakan, agar sebuah proses konseling itu efektif, maka seorang konselor perlu memiliki pemahaman tentang tujuan yang akan dicapai bersama kliennya melalui proses konseling. Salah satu tujuan utama konseling adalah: membantu klien untuk merasa lebih baik, atau paling tidak merasa lebih nyaman untuk waktu yang cukup lama. Konselor juga bisa menetapkan tujuan untuk membantu kliennya menjadi lebih self-sufficient (memiliki kemampuan menolong diri sendiri), sehingga dapat menghadapi situasi hidup selanjutnya dengan lebih konstruktif. Perlu pula disadari dalam memberikan konseling fokus konselor harus pada kebutuhan klien, bukan pada kebutuhan konselor. Jangan terpaku pada teknik konseling/ terapi tertentu. Sebaiknya penekatan konseling disesuaikan kebutuhan klien, jadi pendekatannya bersifat eklektik. Keragaman pendekatan konseling disebabkan adanya keberagaman filosofi, agama, seni, pemahaman psikologi, dan pendekatan psikiatri.
Tujuan dalam ranah konseling kelompok yaitu:Tujuan konseling kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan berkomunikasinya. Melalui konseling kelompok hal-hal yang dapat menghambat atau mengganggu sosialisasi dan komunikasi siswa diungkap dan didinamikakan melalui berbagai teknik, sehingga kemampuan sosialisasi dan berkomunikasi siswa berkembang secara optimal (Tohirin, 2007:181).

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
 Konseling adalah semua bentuk hubungan antara dua orang, dimana seseorang yaitu klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya, hubungan konseling menggunakan wawancara untuk memperoleh dan memberikan berbagai informasi, melatih atau mengajar, meningkatkan kematangan, memberikan bantuan melalui pengambilan keputusan. Dalam konseling ada  8 ciri-ciri dan tujuan konseling itu adalah membantu klien untuk merasa lebih baik, atau paling tidak merasa lebih nyaman untuk waktu yang cukup lama dan dapat mengambil keputusan demi kehidupan sekarang, maupun masa yang akan datang.


















DARTAR PUSTAKA

Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (UII Press Jogjakarta : 2001)
Erhamwilda, konseling islami, (Graha Ilmu Jogjakarta : 2009)
Saiful Akhiyar Lubis, Konseling Islami, (Elsaq Press, Yogyakarta : 2007)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar