LAYANAN KONSELING
DALAM PROSES BIMBINGAN
Oleh
Kelompok 1
Makalah
Sebagai Salah Satu Syarat Mata Kuliah
Layanan Konseling Diperluas

SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
(STKIP
MPL)
2013
NAMA ANGGOTA KELOMPOK
No
|
NAMA
|
NPM
|
TTD
|
1
|
Hermis
Sisuwardella
|
11020012
|
1.
|
2
|
Sri
Rahayu Widowati
|
11020031
|
2.
|
3
|
Rina
Hidayah Kusuma Wati
|
11020036
|
3.
|
4
|
Ahbirul
Muqodas
|
11020020
|
4.
|
5
|
Putra
Dwi Setiawan
|
11020040
|
5
|
6
|
Imam
Bahari
|
11020043
|
6
|
Pringsewu,…….
……..2013
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, Karena atas berkat dan hidayah-Nyalah
kami dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah dengan pembahasan Layanan
Konseling Dalam Proses Bimbingan,
makalah ini disusun Sebagai
Tugas Kelompok Mata Kuliah Layanan Konseling Diperluas dengan dosen Pengampu Ibu
Dra.Meilistia SY,M.Pd.
Dalam
menyelesaikan makalah ini kelompok banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu kelompok mengucapkan terimakasih atas bantuan
dan bimbingannya kepada:
1.
Ibu
Dra.Meilistia SY,M.Pd selaku dosen pengampu Layanan Konseling
Diperluas
2. Kedua
orang tua dan semua pihak yang telah membantu dan membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karna itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Pringsewu,…………
…..2013
Penyusun
Kelompok
DAFTRA
ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
NAMA ANGGOTA............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iv
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah............................................................................
B.
Identifikasi Masalah..................................................................................
C.
Rumusan Masalah.....................................................................................
D.
Tujuan penulisan........................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Konseling.....................................................................................
B.
Ciri-ciri Konseling.....................................................................................
C.
Tujuan Konseling......................................................................................
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Bimbingan dan
konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan
maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam
bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan
dan kegiatan pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No.
025/D/1995)
Bimbingan dan
konseling merupakan upaya proaktif dan
sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang
optimal, pengembangan perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan
peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya. Semua perubahan
perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni proses
interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan
produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang
penting untuk mengembangkan lingkungan, membangun interaksi dinamis antara
individu dengan lingkungan, membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah
dan memperbaiki perilaku.
Bimbingan dan
konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks adegan mengajar yang layaknya dilakukan guru
sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan layanan ahli dalam konteks
memandirikan peserta didik. (Naskah Akademik ABKIN, Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling
dalam Jalur Pendidikan Formal, 2007).
Merujuk pada UU
No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, sebutan untuk guru pembimbing dimantapkan menjadi ’Konselor.” Keberadaan konselor dalam
sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik,
sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara,
fasilitator dan instruktur (UU No.
20/2003, pasal 1 ayat 6). Pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi
antara tenaga pendidik satu dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa
setiap tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi
kinerja, dan setting layanan spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan.
Dasar
pertimbangan atau pemikiran tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya
landasan hukum, undang-undang atau ketentuan dari atas, namun yang lebih
penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu
mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya secara
optimal (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan
moral-spiritual).
Dalam konteks
tersebut, hasil studi lapangan (2007) menunjukkan bahwa layanan bimbingan dan
konseling di Sekolah/Madrasah sangat dibutuhkan, karena banyaknya masalah
peserta didik di Sekolah/Madrasah, besarnya kebutuhan peserta didik akan
pengarahan diri dalam memilih dan mengambil keputusan, perlunya aturan yang
memayungi layanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, serta perbaikan
tata kerja baik dalam aspek ketenagaan maupun manajemen.
Layanan
bimbingan dan konseling diharapkan membantu peserta didik dalam pengenalan
diri, pengenalan lingkungan dan pengambilan keputusan, serta memberikan arahan
terhadap perkembangan peserta didik; tidak hanya untuk peserta didik yang
bermasalah tetapi untuk seluruh peserta didik. Layanan bimbingan dan konseling
tidak terbatas pada peserta didik tertentu
atau yang perlu ‘dipanggil’ saja”, melainkan untuk seluruh peserta.
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kelompok
ingin mengidentifikasi makalah ini dengan kaitanya:
1. Definisi
Konseling
2.
Ciri-Ciri
Konseling
3.
Tujuan Konseling
C.
Rumusan Masalah
Sesuai dengan identifikasi masalah, maka rumusan
masalah dalam makalah ini adalah idetifikasi Layanan Konseling Dalam Proses
Bimbingan
D. Tujuan
penulisan
Makalah
ini dibuat dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas akan Layanan Konseling Dalam Proses Bimbingan
dalam kehidupan, serta memenuhi salah satu syarat mata kuliah Layanan Konseling
Diperluas dengan dosen pengampu Dra.Meilistia SY, M.Pd.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Konseling
Menurut Rogers dalam Hendrarno tahun 2003 Menyatakan bahwa
konseling merupakan rangkaian-rangkaian kontak atau hubungan secara langsung
dengan individu yang tujuannya memberikan bantuan dalam merubah sikap dan
tingkah lakunya. Serta dalam konseling berlangsung agar dapat memiliki
pemahaman-pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan
kebutuhan-kebutuhan, motivasi dan potensi-potensi yang unik dari individu dan
membantu individu yang bersangkutan untuk dapat mengapresiasikan. Bahwa
konseling islam merupakan bantuan yang diberikan kepada individu baik itu
secara kelompok atau perorangan. Hal ini demi mewujudkan diri sebagai manusia
seutuhnya, berarti mewujudkan diri sesuai dengan hakekatnya sebagai manusia
untuk menjadi manusia yang selaras perkembangan unsur dirinya dan pelaksanaan
fungsi atau kedudukannya sebagai makhluk Allah, makhluk individu, makhluk
sosial dan makhluk berbudaya. Konseling terbagi menjadi dua yaitu:
1. Layanan konseling kelompok
merupakan upaya bantuan untuk dapat memecahkan masalah siswa
dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Apabila dinamika kelompok dapat terwujud
dengan baik maka anggota kelompok akan saling menolong, menerima dan berempati
dengan tulus. Konseling kelompok merupakan wahana untuk menambah penerimaan
diri dan orang lain, menemukan alternatif cara penyelesaian masalah dan
mengambil keputusan yang tepat dari konflik yang dialaminya dan untuk
meningkatkan tujuan diri, otonomi dan rasa tanggung jawab pada diri sendiri dan
orang lain. Dengan demikian konseling kelompok memberikan kontribusi yang
penting dalam meningkatkan penyesuaian diri, apalagi masalah penyesuaian diri
merupakan masalah yang banyak dialami oleh siswa sehingga untuk
mengefisiensikan waktu konseling kelompok dimungkinkan lebih efektif
dibandingkan layanan konseling individual.
2. Konseling perorangan
Yaitu layanan
bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) mendapatkan
layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing (konselor) dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang
dideritanya atau yang dialaminya. Definisi yang dikemukakan Gibson
dan Mitchell sejalan dengan pendapat Dryden (dalam Palmer & McMahon,
1989:39) bahwa konseling perorangan sangat menjaga kerahasiaan klien; konseling
perorangan akan membuat hubungan akrab antara klien dan konselor; konseling
perorangan sebagai proses pembelajaran klien; konseling perorangan adalah
sebuah proses teraputik.
B. Ciri-Ciri Konseling
Ø Konseling
Trait
& Factor
kepribadian merupakan suatu system sifat atau factor yang
saling berkaitan satu dengan yang lainnya seperti kecakapan,minat,sikap,dan
tempramen.
Proses konseling dibagi dalam lima
tahap sebagai berikut :
·
Tahap Analisis: Tahap kegiatan yang terdiri pengumpulan informasi dan data
mengenai klien.
·
Tahap Sintesis
Langkah merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang
sedemikian rupa sehingga menunjukkan bakat, kekuatan, kelemahan dan kemampuan
penyesuaian diri klien.
·
Tahap Diagnosis
Sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan
hendaknya dapat menemukan ketetapan yang dapat mengarah kepada permasalahan,
sebab-sebabnya, sifat-sifat klien yang relevan dan berpengruh pada penyesuaian
diri. Diagnosis meliputi :
a) Identifikasi masalah yang sifatnya
deskriptif misalnya dengan menggunakan kategori Bordin dan Pepinsky
Kategori diagnosis Bordin
1) dependence (ketergantungan)
2) lack of information (kurangnya
informasi)
3) self conflict (konflik diri)
4) choice anxiety (kecemasan dalam
membuat pilihan)
Kategori
diagnosis Pepinsky
1)
lack
of assurance (kurang dukungan)
2)
lack
of information (kurang informasi)
3)
dependence (ketergantungan)
4)
self
conflict (konlflik diri)
b)
Menentukan sebab-sebab, mencakup
perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan yang dapat
menerangkan sebab-sebab gejala. Konselor menggunakan intuisinya yang dicek oleh
logika, oleh reaksi klien, oleh uji coba dari program kerja berdasarkan
diagnosa sementara.
c)
Prognosis yang sebenarnya terkandung
didalam diagnosis misalnya diagnosisnya kurang cerdas pronosisnya menjadi
kurang cerdas untuk pekerjaan sekolah yang sulit sehingga mungkin sekali gagal
kalau ingin belajar menjadi dokter. Kalau klien belum sanggup berbuat demikian,
maka Konselor bertanggung jawab dan membantu klien untuk mencapai tingkat
pengambilan tanggung jawab. Untuk dirinya sendiri, yang berarti dia mampu dan
mengerti secara logis, tetapi secara emosional belum mau menerima.
·
Tahap
Konseling
Merupakan hubungan membantu klien
untuk menemukan sumber diri sendiri maupun sumber diluar dirinya, baik
dilembaga, sekolah dan masyarakat dalam upaya mencapai perkembangan dan
penyesuaian optimal, sesuai dengan kemampuannya. Dalam kaitan ini ada lima jenis
konseling adalah :
a)
belajar terpimpin menuju pengertian
diri
b)
mendidik kembali atau mengajar
kembali sesuai dengan kebutuhan individu sebagai alat untuk mencapai tujuan
kepribadiannya dan penyesuaian hidupnya.
c)
Bantuan pribadi dan Konselor, agar
klien mengerti dan trampil dalam menggunakan prinsip dan teknik yang diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari.
d)
Mencakup hubungan dan teknik yang
bersifat menyembuhkan dan efektif.
e)
Mendidik kembali yang sifatnya
sebagai katarsis atau penyaluran
·
Tahap
Tindak Lanjut
Mencakup bantuan kepada klien dalam menghadapi maslaah baru
dengan mengingatkannya kepada masalah sumbernya sehingga menjamin keberhasilan
konsleing. Teknik yang digunakan harus disesuaikan dengan individualitas klien.
·
Teknik Konseling
1)
Pengunaan
hungan intim (Rapport), Konselor harus menerima konseli dalam hubungan yang
hangat, intim, bersifat pribadi, penuh pemahaman dan terhindar dari hal-hal
yang mengancam konseli.
2)
Memperbaiki
pemahaman diri, konseli harus memahami kekuatan dan kelemahan dirinya, dan
dibantu untuk menggunakan kekuatannya dalam upaya mengatasi kelemahannya.
Penafsiran data dan diagnosis dilakukan bersama-sama dengan klien dan Konselor
menunjukkan profil tes secara arif.
3)
Pemberian
nasehat dan perencanaan program kegiatan. Konselor mulai dari pilihan, tujuan,
pandangan atau sikap Konselor dan kemudian menunjukkan data yang mendukung atau
tidak mendukung dari hasil diagnosis. Penjelasan mengenai pemberian nasehat
harus dipahami klien.
Tiga metode pemberian nasehat yang
dapat digunakan oleh Konselor:
a)
Nasehat
langsung (direct advising), dimana Konselor secara terbuka dan jelas menyatakan
pendapatnya.
b)
Metode
persuasif, dengan menunjukan pilihan yang pasti secara jelas.
c)
Metode
penjelasan, yang merupakan metode ynag paling dikehendaki dan memuaskan.
Konselor secara hati-hati dan perlahan-lahan menjelaskan data diagnostic dan
menunjukan kemungkinan situasi yang menuntut penggunaan potensi konseli.
d)
Melaksanakan
rencana, yaitu Konselor memberikan bantuan dalam menetapkan pilihan atau keputusan secara
implementasinya.
4).
menunjukkan kepada petugas lain (alih tangan) bila dirasa Konselor tidak dapat
mengatasi masalah klien.
Kontribusi yang diberikan oleh teori Trait & Faktor.
1) Teori sifat dan faktor menerapkan
pendekatan ilmiah kepada konseli.
2) Penekanan pada penggunaan data tes
obyektif, membawa kepad aupaya perbaikan dalam pengembangan dan penggunaannya,
serta perbaikan dalam pengumpulan dan pengunaan data lingkungan.
3) Penekanan yang diberikan pada
diagnosis mengandung makna sebagai suatu perhatian masalah dan sumbernya dan
mengarah pada upaya mengkreasikan teknik-teknik untuk mengatasinya.
4) penekanan pada aspek kognitif
merupakan upaya menseimbangkan pandangan lain yang lebih menekankan aspek
afektik atau emosional.
Ø Konseling Rational Emotive
Salah satu teori utama mengenai kepribadian yang ditemukan
oleh Albert Ellis dan para penganut Rational Emotive therapy dikenal dengan
“Teori A-B-C-D-E).
Albert Ellis (1973) memberikan
gambaran tentang apa yang dapat dilakukan oleh praktisi rasional-emotive yaitu
:
1)
Mengajak,
mendorong klien untuk menanggalkan ide-ide irasional yang mendasari gangguan
emosional dan perilaku.
2)
Menantang
klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional.
3)
Menunjukkan kepada klien azas ilogis dalam
berpikirnya.
4)
Menggunakan
analisis logis untuk mengurangi keyakinan-keyakinan irasional (irrational
beliefs) klien.
5)
Menunjukkan
bahwa keyakinan-keyakinan irasional ini adalah inoperative dan bahkan hal ini
pasti senantiasa mengarahkan klien pada gangguan-gangguan behavioral dan
emosional.
6)
Menggunakan
absurdity dan humaor untuk menantang irasionalitas pemikiran klien.
7)
Menjelaskan
kepada klien bagaimana ide-ide irasional ini dapat ditempatkankembali dan
disubtitusikan kepada ide-ide rasional yang harus secara empirik melatar
belakangi kehidupannya.
8)
Mengajarkan
kepada klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan-pendekatan ilmiah, obyektif
dan logis dalam berpikir dan selanjutnya melatih diri klien untuk mengobservasi
dan menghayati sendiri bahwaide-ide irasional dan deduksi-deduksi hanya kan
membantu perkembangan perilaku dan perasaan-perasaan yang dapat menghambat
perkembangan dirinya.
Ø Konseling Behavioral
Krumboltz,
Carl E. Thoresen, Ray E. Hosfor , Bandura, Wolpe dll). perilaku manusia merupakan hasil
belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkresi
kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu
penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah
perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya.
·
Thoresen (shertzer & Stone 1980, 188) memberikan
ciri-ciri konseling behavioral sebagai berikut:
1)
Kebanyakan
perilaku manusia dipelajari oleh sebab itu dapat diubah.
2)
Perubahan-perubahan
khusus terhadap lingkungan individu dapat membantu dalam mengubah
perilaku-perilaku yang relevan. Prosedur-prosedur konseling berusaha membawa
perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan mengubah
lingkungan.
3)
Prinsip-prinsip
belajar spesial seperti : “reinforcement” dan “social modeling” , dapat
digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling.
4)
Keefektifan
konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilaku-perilaku
khusus diluar wawancara prosedur-prosedur konseling.
5)
Prosedurprosedur
konseling tidak statik, tetap atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara
khusus didesain untuk membantu klien dalam memecahkan masalah khusus.
Menurut Krumboltz dan Thoresen
(Shertzer & Stone, 1980, 190) konsseling behavior merupakan suatu proses
membantu orang untuk memecahkan masalah.interpersonal, emosional dan keputusan
tertentu.
Urutan pemilihan dan penetapan
tujuan dalan konseling yang digambarkan oleh Cormier and Cormier (Corey, 1986,
178) sebagai salah satu bentuk kerja sama antara konselor dan klien sebagai
berikut :
1)
.
Konselor menjelaskan maksud dan tujuan.
2)
Klien mengkhususkan perubahan positif yang
dikehendaki sebagai hasil konseling.
3)
Klien dan konselor menetapkan tujuan yang
telah ditetapkan apakah merupakan perubahan yang dimiliki oleh klien.
4)
Bersama-sama menjajaki apakah tujuan itu
realistik.
5)
Mendiskusikan kemungkinan manfaat tujuan.
6)
Mendiskusikan kemungkinan kerugian tujuan.
7)
Atas dasar informasi yang diperoleh tentang
tujuan klien, konselor dan klien membuat salah satu keputusan berikut : untuk
meneruskan konseling atau mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari referal.
·
Metode yang dapat digunakan :
1) Pendekatan
operant learning hal yang penting adalah pengutan (reinfocement) yang dapat
menghasilkan perilaku klien yang dikehendaki.
2) Metode
Unitative Learning aau social modeling diterapkan oleh konselor dengna
merancang suatu perilaku adaptif yang dpaat dijadikan model oleh klien.
3) Metode
Cognitive Learning atau pembelajaran kognitif merupakan metode yang berupa
pengajaran secara verbal, kontrak antara konselor dan klien, dan bermain
peranan.
4) Metode
Emotional Learning, atau pembelajaran emosional diterapkan pada individu yang
mengalami suatu kecemasan.
Ø Konseling Psikoanalisa
Sigmund Freud, Carl Jung, Otto
Rank, William Reich, Karen Honey, Adler. Harry Stack Sullivan,dll. Freud yang anti rasionalisme
menekankan motivasi tidak sadar, konflik, dan simbolisme sebagai konsep primer.
Manusia pada hakekatnya bersifat biologis, dilahirkan dengan dorongan-dorongan
instingtif, dan perilaku merupakan fungsi mereaksi secara mendalan terhadap
dorongan-dorongan itu. Manusia bersifat tidak rasional dan tidak sosial, dan
destruktif terhadap dirinya dan orang lain. Energi psikis yang paling dasar
disebut libido yang bersumber dari dorongan seksual yang terarah kepada pencapaian
kesenangan.
·
Tujuan
konseling psikoanalitikadalah membentuk kembali struktur karakter individu
dengan membuat yang tidak sadar menjadi sadar dalam diri klien.
1)
Proses konseling dipusatkan pada
usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman
masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisa dan ditafsirkan dengan tujuan untuk
merekonstruksi kepribadian.
2)
Konseling analitik menekankan
dimensi afektif dalam membuat pemahaman ketidak sadaran.
3)
Tilikan dan pemahaman intelektual
sangat penting, tetapi yang lebih adalah mengasosiasikan antara perasaan dan
ingatan dengan pemahaman diri.
4)
Satu karakteristik konseling
psikonalisa adalah bahwa terapi atau analisis bersikap anonim (tak dikenal) dan
bertindak sangat sedikit menunjukkan perasaan dan pengalamannya, sehingga
dengan demikian klien akan memantulkan perasaannya kepada konselor. Proyeksi
klien merupakan bahan terapi yang ditafsirkan dan dianalisia.
5)
Konselor harus membangun hunbungan
kerja sama dengan klien kemudian melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan
dan menafsirkan.
6)
Menata proses terapeutik yang
demikian dalam konteks pemahaman struktur kepribadian dan psikodinamika
memungkinkan konselor merumuskan masalah klien secara sesungguhnya. Konselor
mengajari klien memaknai proses ini sehingga klien memperoleh tilikan mengenai
masalahnya.
7)
Klien harus menyanggupi dirinya
sendiri untuk melakukan proses terapi dalam jangka panjang. Setiap pertemuan
biasa berlangsung satu jam.
8)
Setelah beberapa kali pertemuan
kemudian klien melakukan kegiatan asosiasi bebas. Yaitu klien mengatakan apa
saja ynag terlintas dalam pikirannya.
·
Teknik-teknik
terapi
1)
Asosiasi bebas
2)
Interpretasi
3)
Analisis mimpi
4)
Analisis Resistensi
5)
Analisis transferensi (pemindahan)
Ø Konseling Psikologi Individual
Alfred Adler, Rudolph Dreikurs,
Martin Son Tesgard, dan Donal Dinkmeyer. Konstruk utama psikologi individual adalah bahwa perilaku
manusia dipandang sebagai suatu kompensasi terhadap perasaan inferioritas
(kurang harga diri). Istilah yang digunakan oleh Adler adalah “inferiority
complex” untuk menggambarkan keadaan perasaan harga diri kurang yang selalu
mendorong individu untuk melakukan kompensasi mencapai keunggulan. Perilaku
merupakan suatu upaya untuk mencapai keseimbangan.
‘Kompleks rasa rendah diri (inferiority complex) menurut
Adler berasal dari tiga sumber :
1) Kekurangan dalam hal fisik
2) Anak yang dimanja
3) Anak yang mendapat penolakan
·
Proses Konseling
Tujuan konseling menurut Adler
adalah mengurangi intensitas perasaan rasa rendah diri (inferior), memperbaiki
kebiasaan-kebiasaan yang salah dalam persepsi, menetapkan tujuan hidup,
mengembangkan kasih sayang terhadap orang lain, dan meningkatkan kegiatan.
Menurut Ansbacher & Anbacher
(Shertzer & Stone, 1980, 204) ada tiga komponen pokok dalam proses
konseling :
1)
Memperoleh
pemahaman gaya hidup klein yang spesifik, gejala dan masalahnya, melalui
empati, intuisi dan penaksiran konselor. Dalam unsur ini konselor membentuk
hipotesis mengenai gaya hidup dan situasi klien.
2)
Proses
menjelaskan kepada klien, dalam komponen ini hipotesis gaya hidup yang
dikembangkan dalam komponen pertama harus ditafsirkan dan dikomunikasikan
dengan klien sehingga dapat diterima. Psikologi individual menekankan
pentingnya membantu klien untuk memperoleh tilikan terhadap kondisinya.
3)
Proses
memperkuat minat sosial, klien dengan menghadapkan mereka, secara seimbang, dan
menunjukkan minat dan kepedulian mereka.
Ø Konseling Analisis Transaksional
(Eric Berne) pioner yang
menerapkan analisa transaksional dalam psikoterapi.Dalam terapi ini hubungan konselor
dan klien dipandang sebgai suatu transaksional (interaksi, tindakan yang
diambil, tanya jawab) dimana masing0masing partisipan berhubungan satu sama
lain. Sebagai fungsi tujuan tertentu. Transaksi menurut Berne merupakan
manivestasi hubungan sosial. Berne membagi psikoterapi konvensional menjadi dua
kelompok:
1) Kelompok yangh melibatkan sugesti,
dukungan kembali (reassurence), dan fungsi parental lain.
2) Kelompok yang melibatkan pendekatan rasional,
dengan menggunakan konfrontasi dan interpretasi seperti terapi non direktif dan
psiko analisa.
·
Proses
Konseling
Tugas utama konselor yang menggunakan analisis transaksional
adalah mengajar bahasa dan ide-ide sistem untuk mendiagnosa transaksi.
Konselor transaksional selalu aktif, menghindarkan keadaan
diam yang terlalu lama, dan mempunyai tanggung jawab untuk memelihara perhatian
pada transaksi. Tujuan konseling adalah :
1) Membantu klien dalam memprogram
pribadinya.
2) Klien dibantu untuk menjadi bebas
dalam berbuat, bermain, dan menjadi orang mandiri dalam memilih apa yang mereka
inginkan.
3) Klien dibantu mengkaji keputusan
yang telah dibuat dan membuat keputusan baru atas dasar kesadaran.
4) Teknik-teknik daftar cek, analisis
script atau kuisioner digunakan untuk mengenal keputusan yang telah dibuat
sebelumnya.
5) Klien berpartisipasi aktif dalam
diagnosis dan diajar untuk membuat tafsiran dan pertimbangan nilai sendiri.
6) Teknik konfrontasi juga dapat
digunakan dalam analisis transaksional dan pengajuan pertanyaan merupakan
pendeatan dasar.
7) untuk berlangsungnya konseling
kontrak antara konselor dan klien sangat diperlukan.
Ø Konseling Client Centered (Berpusat Pada Klien)
(Carl R.
Roger) menurut Roger Konseling dan Psikoterapi tidak mempunyai perbedaan. Konseling yang berpusat pada klien
sebagai konsep dan alat baru dalam terapi yang dapat diterapkan pada orang
dewasa, remaja, dan anak-anak.
Pendekatan konseling client centered
menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya
dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang
menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori
kepribadian,dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat
pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan
perwujudan diri.
·
Proses konseling
1)
Konseling
memusatkan pada pengalaman individual.
2)
konseling
berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang
eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu
untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan
pearasaan yang mengarah pada pertumbuhan.
3)
Melalui
penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan
memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri.
4)
dengan
redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang
lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
5)
Aawancara
merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.
·
Karakteristik konseling berpusat pada klien.
1)
Fokus
utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan terpecahnya masalah.
2)
Lebih
mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek.
3)
Masa
kini lebih banyak diperhatikan dari pada masa lalu.
4)
Pertumbuhan
emosional terjadi dalam hubungan konseling.
5)
Proses
terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan keadaan dan
pengalaman diri yang sesungguhnya.
6)
Hubungan
konselor dan klien merupakan situasi pengalaman terapeutik yang berkembang
menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri.
7)
Klien
memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat pasif
reflektif.
Ø Konseling
Terapy Gestalt
Frederick S. Peris 1989-1970)
terapi ini dikembangkan dari sumber dan pengaruh tiga disiplin yang sangat
berbeda yaitu :
·
Psikoanalisis
terutama yang dikembangkan oleh Wilhelm Reih
·
Fenomenolohi
eksistensialisme Eropa dan
·
Psikologi Gestalt
Peris menyatakan bahwa individu, dalam hal ini manusia,
selalu aktif sebagai keseluruhan, merupakan koordinasi dari seluruh organ.
Kesehatan merupakan keseimbangan yang layak. Pertentangan antara keberadaan
sosial dan biologis merupakan konsep dasar terapi Gestaslt.
o Proses
Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah meningkatkan proses
pertumbuhan klien dan membantu klien mengembangkan potensi manusiawinya.
Fokus utama dalam konseing Gestalt adalah membantu individu
melalui transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan
mandiri (selft-support).
o
Konsep
utama terapi Peris adalah Unfinished business yang tercakup didalamnya adalah
emisi-emosi, peristiwa-peristiwa, ingatan-ingatan (memories), yang terhambat
dinyatakan oleh individu yang bersangkutan. Avoidance atau penghindaran adalah
segala cara yang digunakan oleh seseorang untuk melarikan diri dari Unfinished
business. Bentuk-bentuk avoidance antara lain phobia, melarikan diri, mengganti
terapist, mengubah pasangan.
o
Garis-garis
besar terapi Gestalt
1)
Fase
pertama : membentuk pola pertemuan terapeutik agar tercapai situasi yang
memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Situasi mengandung
komponen emosional dan intuitif.
2)
Fase
kedua : melaksanakan pengawasan , konselor berusaha meyakinkan atau memaksa
klien mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan keadaan klien. Dua
hal yang harus dilakukan :
Menimbulkan motivasi pada klien.
Menciptakan rapport yaitu hubungan
baik antara konselor dan klien agar timbul rasa percaya klien bahwa segala
usaha konselor itu disadari benar oleh klien untuk kepentingannya.
3)
Fase
ketiga : klien didorong untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada
pertemuan-pertemuan terapi saat ini, bukan menceritakan masa lalu atau
harapan-harapan masa datang.
4)
Fase
terakhir : setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya,
tindakannya, perasaannya, maka terapi ada pada fase terakhir. Pada fase ini
klien harus memiliki ciri-ciri yang menunjukan integritas kepribadiannya
sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien harus memiliki kepercayaan pada
potensinya. Menyadari diriny, sadar dan bertanggung jawab atas sifat
otonominya, perbuatannya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya.
C.
Tujuan
Konseling
Tujuan untuk membantu kliennya
memiliki kemampuan menolong diri sendiri, sehingga dapat menghadapi situasi
hidup selanjutnya dengan lebih konstruktif. (Oates, 1974:9) Menurut Clinebell,
tujuan konseling adalah membebaskan, memberda
yakan dan merawat individu dalam
keutuhannya. Utuh yang dimaksudkan adalah bertumbuh dalam enam dimensi yang
bersifat interdependen: pikiran, tubuh, relasi dengan orang lain, lingkungan
hidup, relasi dengan lembaga yang mendukung kita, relasi kita dengan Tuhan.
Interdependen artinya, kemunduran
pada satu aspek dapat mengganggu pertumbuhan aspek lainnya. Menurut Yohanes
10:10 tujuan konseling adalah membawa manusia kembali pada pertumbuhan yang
utuh sesuai rencana Allah. Rosalina dalam bagian lain mengatakan, agar sebuah
proses konseling itu efektif, maka seorang konselor perlu memiliki pemahaman
tentang tujuan yang akan dicapai bersama kliennya melalui proses konseling.
Salah satu tujuan utama konseling adalah: membantu klien untuk merasa lebih
baik, atau paling tidak merasa lebih nyaman untuk waktu yang cukup lama.
Konselor juga bisa menetapkan tujuan untuk membantu kliennya menjadi lebih
self-sufficient (memiliki kemampuan menolong diri sendiri), sehingga dapat
menghadapi situasi hidup selanjutnya dengan lebih konstruktif. Perlu pula
disadari dalam memberikan konseling fokus konselor harus pada kebutuhan klien,
bukan pada kebutuhan konselor. Jangan terpaku pada teknik konseling/ terapi
tertentu. Sebaiknya penekatan konseling disesuaikan kebutuhan klien, jadi
pendekatannya bersifat eklektik. Keragaman pendekatan konseling disebabkan
adanya keberagaman filosofi, agama, seni, pemahaman psikologi, dan pendekatan
psikiatri.
Tujuan dalam ranah konseling
kelompok yaitu:Tujuan
konseling kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya
kemampuan berkomunikasinya. Melalui konseling kelompok hal-hal yang dapat
menghambat atau mengganggu sosialisasi dan komunikasi siswa diungkap dan
didinamikakan melalui berbagai teknik, sehingga kemampuan sosialisasi dan
berkomunikasi siswa berkembang secara optimal (Tohirin, 2007:181).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konseling adalah semua bentuk hubungan antara
dua orang, dimana seseorang yaitu klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan
diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya, hubungan
konseling menggunakan wawancara untuk memperoleh dan memberikan berbagai
informasi, melatih atau mengajar, meningkatkan kematangan, memberikan bantuan
melalui pengambilan keputusan. Dalam konseling ada 8 ciri-ciri dan tujuan konseling itu adalah membantu
klien untuk merasa lebih baik, atau paling tidak merasa lebih nyaman untuk
waktu yang cukup lama dan dapat mengambil keputusan demi kehidupan sekarang,
maupun masa yang akan datang.
DARTAR
PUSTAKA
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling
dalam Islam, (UII Press Jogjakarta : 2001)
Erhamwilda, konseling islami, (Graha
Ilmu Jogjakarta : 2009)
Saiful Akhiyar Lubis, Konseling Islami, (Elsaq
Press, Yogyakarta : 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar