Senin, 24 Juni 2013

pembahasan


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan Tuhan melalui sebuah proses alami yang berlangsung dalam beberapa tahap. Musa Asy’arie menyebutkan empat tahap proses penciptaan manusia, yaitu tahap jasad, hayat, ruh, dan nafs.
·         Tahap Jasad. Al Quran menjelaskan bahwa permulaan penciptaan manusia adalah dari tanah berdebu. Terkadang Al Quran menyebut tanah ini dengan istilah tin dan terkadang dengan istilah tsaltsal. Namun yang dimaksud dengan tanah ini adalah saripatinya sulalah.
·         Tahap Hayat. Awal mula kehidupan manusia menurut Al Quran adalah air. Maksud air kehidupan di sini adalah air sperma. Sperma ini kemudian membuahi sel telur yang ada dalam rahim seorang ibu. Sperma inilah yang merupakan awal mula kehidupan seorang manusia.
·         Tahap Ruh. Yang dimaksud dengan ruh disini adalah sesuatu yang dihembuskan Tuhan dalam diri manusia dan kemudian menjadi bagian dari diri manusia. Pada saat yang sama, Tuhan juga menjadikan manusia pendengaran, penglihatan, dan hati. Dengan adanya proses peniupan ruh yang ditiupkan Tuhan dalam diri manusia dan kemudian diiringi dengan pemberian pendengaran, penglihatan, dan hati merupakan bukti bahwa yang menjadi pimpinan dalam diri manusia adalah ruh. Ruhlah yang dapat membimbing pendengaran, penglihatan, dan hati untuk memahami kebenaran.
·         Tahapan Nafs. Kata ‘nafs’ dalam Al Quran mempunyai empat pengertian, yaitu nafsu, nafas, jiwa, dan diri (kelakuan). Dari keempat pengertian ini Al Quran lebih sering menggunakan kata ‘nafs’ untuk pengertian diri (kelakuan). Diri atau kelakuan adalah kesatuan diri dari jasad, hayat, atau ruh. Dinamikanya terletak pada aksi atau kegiatannya. Kesatuannya bersifat spiritual yang tercermin dalam aktivitas kehidupan manusia.

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah didalam makalah ini diidentifikasikan sebagai berikut:
1.      Bagaimana asal muasal manusia
2.      Apa hakikat hidup manusia
3.      Bagaimana kedudukan manusia
4.      Apa tugas manusia dimuka bumi
5.      Apa tujuan manusia di muka bumi

C.     Rumusan Masalah
Sesuai dengan identifikasi masalah, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah apa sajakah penarana manusia dimuka bumi sebagai kholifah.

D.     Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas akan peran manusia, fungsi dan kedudukannya, serta memenuhi salah satu syarat mata kuliah Landasan Sosial Budaya dengan dosen pengampu Ibu sukma S.Pd, M.Pd.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Asal Muasal Manusia
Asal-usul keberadaan manusia ditinjau dari sisi reproduksinya banyak sekali dijelaskan dalam ayat-ayat Al Quran. Dalam surat Al Qiyamah ayat 37, disebutkan bahwa manusia berasal dari Nutfatam min maniyyin yumna (setetes sperma yang ditumpahkan). Mutfah sering dikaitkan dengan setetes air, kemudian sperma tersebut membuahi sel telur. Setelah proses pembuahan, mutfah berubah menjadi alaqah yang terus menerus melalui proses yang berurutan hingga menjadi suatu bentuk dan kemudian di tiupkan Ruh kedalam bentuk tersebut. Seperti firman Allah dalam surat Al Hiji : 28-29 yang artinya : “Ketika tuhan mereka berfirman kepada para malaikat, “ Aku hendak membentuk seorang manusia dari lempung, dari Lumpur yang di bentuk. Bila aku telah membentuknya secara selaras dan meniupkan ke dalamnya ruh-Ku, maka sujudlah kepadanya “.
B.     Hakikat Manusia
Manusia merupakan salah satu makhluk tuhan di dunia yang paling sempurna karena ia dibekali akal budi. Manusia memiliki harkat dan derajat yang tinggi. Harkat adalah nilai sedangkan derajat adalah kedudukan. Pandangan demikian berlandaskan pada ajaran agama  Islam Surat At-Tiin ayat 4 dikatakan “sesungguhnya kami (Allah) telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.  Makhluk tuhan dialam fana ini terbagi dalam empat macam yaitu: alam, tumbuhan, binatang dan manusia. Sifat-sifat yang dimiliki keempat makhluk Tuhan tersebut sebagai berikut:
1.      Alam memiliki sifat wujud
2.      Tumbuhan memiliki sifat wujud dan hidup
3.      Binatang memiliki sifat wujud, hidup dan dibekali nafsu
4.      Manusia memiliki sifat wujud, hidup, dibekali nafsu, serta akal budi.
Akal budi merupakan pemberian sekaligus potensi dalam diri manusia yang tidak dimiliki makhluk lain. Kelebihan manusia dibandingkan makhluk lain terletak pada akal budi. Anugerah akal budilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Dengan akal manusia dapat berpikir sebagai kodrat dari Tuhan YME. Dengan kemampuan berfikirnya manusia dapat mengoperasikan akalnya untuk keberlangsungan hidupnya.
Hakikat manusia bisa dipandang secara segmental atau dalam arti parsial, misalnya: manusia dikatakan sebagai  Homo Economius, Homo Faber, Homo Socius, Homo Homini Lupus, Zoom political dsb. Namun pandangan demikian tidak bisa menjelaskan hakikat manusia secara utuh. Sedangkan bila hakikat manusia berdasarkan pancasila sering di kenal dengan sebutan hakikat kodrat monopluralis. Hakikat manusia terdiri atas:
a.       Monodualis susunan kodrat manusia yang terdiri dari keragaan,  meliputi wujud materi anorganis benda mati, vegetative, dan animalis, serta aspek kejiwaan yang melipti cipta, rasa, dan krasa.
b.      Monodualis sifat kodrat manusia yang terdiri atas segi individu dan segi social
c.       Monodualis keduduka kodrat meliputi segi keberadaban manusia sebagai makhluk yang berkepribadian merdeka (berdiri sendiri) sekaligus juga menunjukkan keterbatasannya sebagai makhluk Tuhan.

C.     Pengembangan Hakikat Hidup Manusia
1.      Pengembangan manusia dari segi religius atau agama
Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Melalui kesempurnaannya itu manusia bisa berpikir, bertindak, berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan baik. Di sisi lain, manusia yakini bahwa dia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka yakin ada kekuatan lain, yaitu Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta. Oleh sebab itu, sudah menjadi fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya Sang Maha Pencipta yang mengatur seluruh sistem kehidupan di muka bumi. Dalam kehidupannya, manusia tidak bisa meninggalkan unsur Ketuhanan. Manusia selalu ingin mencari sesuatu yang sempurna. Dan sesuatu yang sempurna tersebut adalah Tuhan. Hal itu merupakan fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya.
Oleh karena fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk beribadah kepada Tuhan pun diperlukan suatu ilmu. Ilmu tersebut diperoleh melalui pendidikan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengenal siapa Tuhannya. Dengan pendidikan pula manusia dapat mengerti bagaimana cara beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2.      Pengembangan manusia sebagai makhluk individu
Menurut Frans Magnis Soseno (2001) menyatakan bahwa manusia adalah individu yang secara hakiki bersifat social. Kata individu merupakan sebutan yang dipakai untuk menyatakan satu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia secara keseluruhan yang tidak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan terbatas, yaitu perseorangan manusia (Dr. A. Lyse).
Manusia dilahirkan sebagai makhluk individual yang bermakna dan tidak terbagi atau tidak dipisahkan antara jiwa dan raga. Secara biologis, manusia lahir dengan kelengkapan fisik, dan tidak berbeda dengan makhluk hewani, namun, secara rohani manusia berbeda dengan makhluk hewani. Jiwa manusia merupakan satu kesatuan dengan raganya untuk selanjutnya melakukan aktivitas atau kegiatan.
Dalam perkembangannya manusia sebagai mahluk individu berarti manusia sebagai perseorangan yang memiliki sifat sendiri-sendiri, bersifat nyata berbeda dengan manusia yang lainnya dan sebagai pribadi dengan cirri khas tertentu yang berupaya merealisasikan potensi dirinya. Setiap manusia memiliki perbedaan, hal tersebut dikarenakan manusia memiliki karakteristik sendiri-sendiri, ia memiliki sifat, watak, keinginan, kebutuhan dan cita-cita yang berbeda satu dengan yang lainnya. Manusia bisa berkembang dan sejahtera apabila dapat berkerja secara bebas dan berbuat apa saja untuk memperbaiki dirinya sendiri.

3.      Pengembangan manusia sebagai makhluk social
Manusia sebagai makhluk individu ternyata tidak mampu hidup sendiri, Dalam menjalani setiap kehidupannya, manusia akan senantiasa bersama dan bergantung pada manusia lainnya. Pada dasarnya manusia saling membutuhkan dan harus saling bersosialisasi dengan manusia yang lainnya. Hal ini disebabkan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya  tidak dapat dipenuhi dengan dirinya sendiri. Ia akan bergantung dengan manusia lainnya dan membentuk kelompok-kelompok dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan tujuan hidup. Dalam hal ini, manusia sebagai individu memasuki kehidupan bersama dengan individu yang lainnya.
Sejak manusia dilahirkan ia membutuhkan pergaulan dengan orang lain terutama dalam hal kebutuhan makan dan minum. Pada usia bayi, is sudah menjalani hubungan dengan ayah dan ibu, dalam bentuk gerakan, senyuman dan kata-kata. Pada usia 4 tahun, ia mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya dan memlakukan kontak social. Pada usia selanjutnya, ia akan terikan dengan  norma-norma pergaulan dengan lingkungan yang semakin luas yang akan hidup dengan lingkungan social.
Jadi, menurut kodratnya, manusia dimana pun pada zaman kapan pun, manusia selalu hidup bersama, hidup berkelompok. Aristoteles (384-322 M) seorang ahli filsafat yunani kuno menyatakan dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk, yang pada dasarnya selalu ingin bergaul dengan masyarakat. Karena sifatnya yang ingin bergaul satu sama lain, maka manusia disebut sebagai makhluk social. Ada pun yang menyebabkan manusia selalu hidup bermayarakat antara lain karena adanya dorongan kesatuan biologis yang terdapat dalam nalusi manusia, misalnya:
a.       Hasrat untuk memenuhi keperluan makan dan minum.
b.      Hasrat untuk membela diri.
c.       Hasrat untuk dapat mengadakan keturunan.
Jadi, dapat disimpulakan bahwasannya manusia adalah
a.       makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhanya.
b.      Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
c.       makhluk yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
d.      Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
e.       Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
f.       makhluk yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
g.      Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
h.      Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
i.        Manusia sebagai makhluk yang beradab sebab dianugrahi hakat, martabat, serta potensi kemanusiaan yang tinggi.

D.    Kedudukan Hidup Manusia
Jelas bahwa manusia adalah mahluk yang paling sempurna diantara mahluk lainnya. Manusia diberi kemampuan untuk mengembangkan naluri-nalurinya, baik yang bersifat biologis maupun yang bersifat spiritual. Sehingga manusia bisa mengangkat derjatnya dari mahluk yang lain.
 “Allah akan meninggikan orang orang yang beriman di antara mu dan orang orang yang menuntut ilmu pengetahuan (belajar) beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS.58:11). Sesuai dengan firman Allah tersebut maka Kedudukan manusia menurut Al Quran adalah khalifah Allah di bumi. Khalifah mempunyai banyak pengertian yang dimaksudkan Al Quran, diantaranya mereka yang datang kemudian, sesudah kamu, yang diperselisihkan, silih berganti, berselisih, dan pengganti. Namun, pengertian khalifah dalam kedudukan manusia adalah pengganti. Jadi, khalifah Allah berarti pengganti Allah.
Pengertian ini menurut Dawam Rahardjo mempunyai tiga makna, pertama; khalifah Allah adalah Adam, kedua; khalifah Allah itu adalah suatu generasi penerus atau pengganti, yaitu bahwa kedudukan khalifah diemban secara kolektif oleh suatu generasi, ketiga; khalifah itu adalah kepala negara atau kepala pemerintahan. Dari ketiga makna tersebut, makna pertama yang lebih mendukung untuk dapat diterapkan dalam hal posisi manusia sebagai khalifah Allah.
Selaku khalifah Allah di bumi, menurut Hasan Langgulung manusia mempunyai beberapa karakteristik, yaitu:
·         Sejak awal penciptaannya manusia adalah baik secara fitrah. Ia tidak mewarisi dosa karena Adam meninggalkan surge.
·         Interaksi antara badan dan ruh menghasilkan khalifah.
·         Manusia sebagai khalifah memiliki kebebasan berkehendak (free will), suatu kebebasan yang menyebabkan manusia dapat memilih tingkah lakunya sendiri.
·         Manusia dibekali akal, dengan akal tersebut manusia mampu membuat pilihan antara yang benar dan yang salah
E.     Tugas Hidup Manusia
Tujuan hidup manusia adalah ibadah dan kedudukannya adalah khalifah. Sedangkan tugas manusia dalam pandangan Islam adalah memakmuran bumi dengan jalan memanifestasikan potensi Tuhan dalam dirinya. Dengan kata lain, manusia diperintahkan untuk mengembangkan sifat-sifat Tuhan menurut perintah dan petunjuknya.
Satu hal yang perlu dikemukakan adalah bahwa sifat-sifat Tuhan hanya dapat dimanifestasikan oleh manusia dengan bentuk dan cara yang terbatas. Hal ini dikarenakan watak keterbatasan manusia, juga agar manusia tidak mengaku sebagai Tuhan.
Telah juga di paparkan dalam Al-quran QS 51:56 yang menjelaskan:
“ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”.
Meskipun dikatakan bahwa jin dan manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk beribadah kepadaNya, bukan berarti kita harus sepanjang waktu berada di masjid. Ibadah itu sendiri dalam arti yang luas. intinya, ibadah yang dimaksud oleh Allah dalam ayat diatas adalah segala hal, baik itu ucapan maupun perbuatan yang kita lakukan dengan nama Allah, dengan mematuhi segala perintahNya dan tidak melanggar laranganNya.
Manusia adalah hamba Allah yang diciptakan untuk menjalankan rencana Allah SWT. Allah menciptakan manusia dengan suatu misi agar manusia menyembah dan tunduk pada hukum-hukum Allah dalam menjalankan kehidupan dimuka bumi ini, baik yang menyangkut  hubungan dengan Allah atau dengan sesama manusia. Dari misi diatas, dapat dimengerti bahwa tugas manusia didunia adalah untuk beribadah secara ikhlas, karena Allah tidak membutuhkan manusia melainkan manusia yang membutuhkan-Nya.
Jika Allah menciptakan sesuatu, pasti sesuatu tersebut mempunyai guna/fungsi, tak terkecuali manusia. Manusia diciptakan Allah adalah sebagai makhluk yang paling sempurna dimuka bumi, maka secara otomatis manusia adalah pemimpin (khalifah) yang nantinya akan dimintai pertanggung jawabannya. Sebagai khalifah berarti manusia adalah wakil Allah dimuka bumi dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya di bumi. Jika manusia dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah, maka kesatuan manusia dan alam semesta ini dapat terjaga dangan baik.
F.      Tujuan Hidup Manusia
Pada dasarnya manusia hidup didunia ini secara naluriah manusia berhak memiliki kebutuhan untuk hidup bahagia, nyaman, sejahtera, dan menyenangkan. Allah menciptakan alam semesta ini (termasuk manusia) tidaklah dengan palsu dan sia-sia (QS. As-Shod ayat 27). Segala ciptaan-Nya mengandung maksud dan manfaat. Oleh karena itu, sebagai makhluk yang paling mulia, sekaligus sebagai khalifah di muka bumi, manusia harus meyadari terhadap tujuan hidupnya. Dalam konteks ini, al-Qur’an menjelaskan, bahwa manusia memiliki beberapa tujuan hidup, diantaranya adalah sebagai berikut;
a.       Menyembah Kepada Allah SWT (Beriman)
Posisi ini menunjukan bahwa salah satu tujuan hidup manusia di dunia adalah untuk mengabdi atau beribadah kepada Allah. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada Allah adalah taat dan patuh terhadap seluruh perintah Allah, dengan cara menjalankan seluruh perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya dalam segala aspek kehidupan. Dalam hal ini, Allah Swt. menjelaskan dalam firman-Nya, bahwa tujuan hidup manusia adalah semata-mata untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya Sedangkan menurut Witner dan Sweeny (dalam Prayitno dan Erman Anti,2002) mengemukakan bahwa hidup sehat ditandai dengan adanya spiritual.
Bahwa agama sebagai hidup sehat. terdapat beberapa aspek spiritual diantaranya adalah 1. kemampuan memberikan makna kepada kehidupan, 2. optimis terhadap kejadian-kejadian yang akan datang, 3. diterapkan nilai-nilai dalam hubungan antar oprang serta dalam pengambilan keputusan. Beribadah sebagaimana dikemukakan di atas (mentaati segala perintah dan menjauhi larangan Allah) merupakan makna ibdah secara umum. Dalam tataran praktis, ibadah secara umum dapat diimplementasikan dalam setiap aktivitas yang diniatkan untuk menggapai keridlaan-Nya, seperti bekerja secara professional, mendidik anak, berdakwah dan lain sebagainya.
Dengan demikian, misi hidup manusia untuk beribadah kepada Allah dapat diwujudkan dalam segala aktivitas yang bertujuan mencari ridla Allah Sedangkan secara khusus, ibadah dapat dipahami sebagai ketaatan Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan hidup manusia yang pertama adalah menyembah kepada Allah. Dalam pengertian yang lebih sederhana, tujuan ini dapat disebut dengan “beriman”. Manusia memiliki keharusan menjadi individu yang beriman kepada Allah (tauhid). Beriman merupakan kebalikan dari syirik, sehingga dalam kehidupannya manusa sama sekali tidak dibenarkan menyekutukan Allah dengan segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini (Syirik).
b.      Memanfaatkan Alam Semesta (Beramal)
Allah juga menegaskan bahwa manusia ditumbuhkan (diciptakan) dari bumi dan selanjutnya diserahi untuk memakmurkannya. Dengan demikian, seluruh urusan kehidupan manusia dan eksistensi alam semesta di dunia ini telah diserahkan oleh Allah kepada manusia. Perintah memakmurkan alam, berarti perintah untuk menjadikan alam semesta sebagai media mewujudkan kemaslahatan hidup manusia di muka bumi untuk menjamin kesejahteraan lahir dan batin manusia. Ia telah menciptakan segala sesuatu untuk kepentingan manusia. Bintang diciptakan untuk membantu manusia dalam pelayaran, bulan dan matahari diciptakan sebagai dasar penanggalan.
Demikian juga dengan realitas kealaman yang lainnya, diciptakan adalah dengan membekal maksud untuk kemaslahatan manusia.Untuk menjadikan realitas kealaman dapat dimanfaatkan oleh manusia, Allah telah membekalinya dengan potensi akal. Di samping itu, Allah juga telah mengajarkan kepada manusia terhadap nama-nama benda yang ada di alam semesta. Semua ini diberikan oleh Allah adalah sebagai bekal untuk menjadikan alam semesta sebagai media membentuk kehidupan yang sejahtera lahir dan batin. Dalam hal ini Allah menegaskan bahwa manusia harus mengembara dimuka bumi, dan menjadikan seluruh fenomena kelaman sebagai pelajaran untuk meraih kebahagian hidupnya.Berdasarkan uraian di atas, maka sangat jelas bahwa dalam kehidupannya manusia memiliki tujuan untuk memakmurkan alam semesta. Implementasi tujuan ini dapat diwujudkan dalam bentuk mengambil pelajaran, menunjukan sikap sportif dan inovatif serta selalu berbuat yang bermanfaat untuk diri dan lingkungannya. Dalam konteks hubungannya dengan alam semesta, dalam kehidupannya manusia memiliki tujuan untuk melakukan kerja perekayasaan agar segala yang ada di alam semesta ini dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan kata lain, tujuan hidup manusia yang semacam ini dapat dikatakan dengan tujuan untuk “beramal.
Sedangkan menurut Witner dan Sweeny mengemukakan bahwa cirri hidup sehat dapat dikategorikan dalam Pengaturan diri, bahwa seseorang yang mampu mengamalkan hidup sehat pada dirinya maka tedapat ciri-ciri (1) Rasa diri berguna, (2) Pengendalian diri,(3) Pandangan realistic,(4) Spontanitas dan kepekaan emosional, (5) Kemampuan rekayasa intelektual,(6) Pemecahan masalah,(7) Kreatif,(8) Kemampuan berhumor, (9) Kebugaran jasmani dan rohani, (10) Kebiasaan hidup sehat.Bekerja untuk dapat memperoleh keuntungn ekonomis, psikologis dan social, dalam menyambung hidup di bumi ini serta memanfaatkan alam semesta.
c.       Membentuk Sejarah Dan Peradaban (Berilmu)
yang disebut dengan “sejarah”. Dunia adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau rajanya. Hidup tanpa sejarah adalah kehidupan yang dialami oleh manusia setelah kematian. Karena dalam kehidupan pasca kematian manusia hanya diharuskan mempertanggungjawabkan terhadap sejarah yang telah dibuat atau dibentuk selama dalam kehidupannya di dunia. Dengan demikian, dalam kehidupannya di dunia, manusia juga memiliki tujuan untuk membentuk sejarah dan peradabannya yang baik, hal tersebut  dapat membentuk sejarahnya, manusia harus mampu membaca alam semesta. Dengan kata lain, manusia harus menjadikan alam semesta sebagai media mengembangkan ilmu dan pengetahuannya. Oleh karena itu, tujuan manusia membentuk sejarah dan peradaban ini dapat dikatakan sebagai tujuan menjadi manusia yang “berilmu”.
Berdasarkan uraian tentang tujuan-tujuan hidup manusia di atas, dapat ditarik benang merah, bahwa menurut al-Qur’an manusia setidaknya memiliki 3 tujuan dalam hidupnya. Ketiga tujuan tersebut adalah;
1.      menyembah kepada Allah Swt. (beriman).
2.      memakmurkan alam semesta untuk kemaslahatan (beramal) dan
3.      membentuk sejarah dan peradabannya yang bermartabat (berilmu).
Dengan kata lain, menurut al-Qur’an, tugas atau tujuan pokok hidup manusia dimuka bumi ini sebenarnya sangatlah sederhana, yakni menjadi manusia yang “beriman”, “beramal” dan “berilmu”. Keterpaduan ketiga tujuan hidup manusia inilah yang menjadikan manusia memiliki eksistensi dan kedudukan yang berbeda dari makhluk Allah lainnya.Dalam membentuk sejarah serta peradaban (berilmu) seseorang atau individu tidak dapat hidup sendiri, melainkan perlu adanya bersosialisasi dalam menciptakan persahabatan- persaudaraan antar sesama manusia. Dalam menciptakan persahabatan-persaudaraan terdapat tiga keutaman dalam hidup manusia yakni:dukungan emosional, dukungan material, dukungan informasi. Serta Cinta yang setiap individu mengalaminya,





Tidak ada komentar:

Posting Komentar