PERKEMBANGAN SENSORIK DAN MOTORIK
(Makalah)
Oleh:
Kelompok
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP)
MUHAMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan
merupakan suatu kegiatan universal dalam kehidupan manusia. Karena pada
hakikatnya, pendidikan merupakan usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu
sendiri, yaitu untuk membudayakan manusia. Meskipun pendidikan merupakan suatu
gejala yang umum dalam setiap kehidupan masyarakat, namun perbedaan filsafat
dan pandangan hidup yang dianut oleh masing-masing bangsa atau masyarakat dan
bahkan individu menyebabkan perbedaan penyelenggaraan kegiatan pendidikan
tersebut. Dengan demikian selain bersifat universal pendidikan juga bersifat
nasional. Sifat nasionalnya akan mewarnai penyelenggaraan pendidikan itu. Life
long education, kalimat yang sering kita kenal sejak dulu sampai sekarang, yang
artinya "Pendidikan sepanjang hayat", dalam ajaran agamapun juga
disebutkan “Tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat". Semua
itu menjelaskan bahwa pendidikan telah menjadi
kebutuhan pokok bagi manusia.Pentingnya pendidikan tidak hanya untuk
disuarakan dan disiarkan melalui kalimat dan jargon, namun perlu langkah nyata
dalam kehidupan. Kita realisasi keberadaan anasir-anasir pendukung terhadap
tercapainya suatu tuntutan terhadap pentingnya pendidikan. Kebijakan-kebijakan
dalam sistem pendidikan harus memenuhi unsur aktualisasi dan berdaya guna.
Konsep pendidikan sepanjang hayat menjadi panduan dalam meninggikan harkat dan
martabat manusia. Anak-anak bangsa ini tidak boleh tertinggal dengan bangsa
lainnya di dunia. Oleh karena itu, pendidikan sejak dini harus ditanamkan
kepada mereka.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
latar belakang masalah, maka kami rumuskan masalah yang akan menjadi fokus
penelitian pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana program PAUD Kartini ini dalam mempersiapkan anak
ke jenjang Sekolah Formal?
2.
Bagaimana upaya mempersiapkan anak ke jenjang Sekolah
Formal PAUD Kartini ini?
C. Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan pada
rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian adalah:
1.
Untuk mengetahui Bagaimana program PAUD Kartini ini dalam mempersiapkan anak ke jenjang
Sekolah Formal.
2.
Untuk mengetahui bagaimana upaya mempersiapkan anak ke
jenjang Sekolah Formal di PAUD Kartini
ini.
Dengan tercapainya
tujuan penelitian di atas maka manfaat yang diharapkan yaitu sebagai berikut:
1.
Dengan penelitian ini, akan menambah pengetahuan dan
pengalaman peneliti khususnya yang berkenaan dengan masalah pendidikan.
2.
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan
Islam.
3.
Sebagai langkah terapan dari ilmu yang peneliti dapatkan dari
bangku kuliah, sehingga dapat menjadi masukan dalam menyelesaikan makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Langkah-Langkah
Konseling Individual
a. Analisa
: Pengumpulan data, fakta dan informasi tentang diri klien
b. Sintesa
: Merangkum dan menyusun data untuk memperoleh ganbaran diri siswa
c. Diagnosa
: Perumusan
kesimpulan sementara tentang hakekat atau sebab yang dihadapi
d. Prognosa
: Ramalan
tentang hasil yang dicapai dalam proses konseling
e. Treatment
: Proses
konseling
f. Tindak lanjut/Follow up:mengevaluasi hasil konseling yang telah
dilakukan dan mengambil langkah selanjutnya
Tahap-Tahapan Dalam Konseling
Perorangan
1.
Tahap Awal :
Pada tahap ini dilakukan pembinaan
hubungan baik dengan siswa yang dibantu. Kontak awal antara pembimbing dengan
siterbimbing akan sangat mempengaruhi wawancara konseling. Pada tahap awal ini
yang perlu dilakukan adalah :
a. Penataan ruangan/fisik/mencari tempat
yang kondusif
b. Sambutan dan perhatian terhadap
kehadiran klien
c. Penjelasan maksud dan tujuan konseling
d. Penjelasan peranan dan tanggung jawab
masing-masing
2.
Tahap Kegiatan :
Pada tahap ini si pembimbing dengan
beragam ketrampilan wawancara konselingnya berupaya untuk mendorong siswa ke
arah pemahaman diri dan lingkungannya dalam kaitannya denga masalah yang sedang
dihadapinya.
3.
Tahap Akhir,
Tujuan tahap ini adalah agar
siterbantu mampu menciptakan tindakan dan merencanakan, melakukan sesuatu
tindakan sesuai dengan kesepakatan dan pemahaman selama proses wawancara
konseling berlangsung. Pada tahap ini perlu pula digali kesan siswa/klien
selama proses wawancara berlangsung.
Teknik-Teknik Konseling Perorangan
Secara
umum dalam wawancara konseling dikenal tiga teknik atau pendekatan khusus,
yaitu a) Direktif Konseling, b) Non Direktif Konseling, c) Eklektik Konseling.
a)
Direktif Konseling
Teknik ini dicetuskan oleh Edmond G.
Williamson. Dengan teknik ini, proses konseling kebanyakan berada ditangan
konselor. Dengan kata lain konselor lebih banyak mengambil inisiatif sedangkan
klien tingla menerima apa yang dikemukakan oleh konselor
Ciri-Ciri Direktif Konseling :
Ciri-Ciri Direktif Konseling :
· Sebagian besar tanggung jawab dan
pengambilan keputusan ada di tangan konselor.
· Konselor menyimpulkan berbagai data,
informasi, fakta mengenai masalah klien.
· Konselor bersama klien mempelajari
berbagai macam data dan informasi dalam rangka pengambilan keputusan.
· Klien menerima keputusan langsung dari
konselor
· Klien melaksanakan keputusan dan
menyempurbnakan keputusannya.
Williamson juga menyarankan langkah-langkah dalam konseling secara berturut-turut, yaitu : analisis, sintesis, diagnosis, prognosis, treatment, follow-up.
Williamson juga menyarankan langkah-langkah dalam konseling secara berturut-turut, yaitu : analisis, sintesis, diagnosis, prognosis, treatment, follow-up.
b)
Non Direktif Konseling.
Teknik ini sering juga disebut “Client
Centered counseling” yang memberikan gambaran bahwa yang menjadi pusat dalam konseling
adalah klien. Dengan teknik ini aktivitas konseling sebagian besar ada ditangan
klien. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Carl Rogers.
Ciri-Ciri Non Directive Counseling :
· Menekankan pada aktivitas dan tanggung
jawab klien.
· Menuntut konselor untuk mengadakan
hubungan secara efektif dengan klien.
· Masalah-masalah yang dipecahkan adalah
masalah-masalah actual.
· Penekanan konseling pada sikap
menerima dan memahami.
· Klien memecahkan masalahnya sendiri
melalui perasaannya sendiri.
c)
Eclectic Counseling
Teknik ini dipelopori oleh F.P
Robinson. Teknik ini pada prinsipnya menggunakan penggabungan antara direktif
dan non direktif konseling. Konselor menggunakan kedua pendekatan secara
melengkapi sesuai dengan situasi dan kondisi klien serta sifat masalah klien..
Kondisi ini menuntut bahwa seorang konselor harus fleksibel dengan keahlian
yang memadai dan pengalaman yang cukup Langkah-langkah konseling ini tidak
dapat dirumuskan secara jelas karena dapat saja konselor menggunakan kedua
pendekatan seperti di atas secara bergantian atau secara bersama-sama sekaligus
sesuai dengan sifat masalah dan kondisi klien.
Pengertian
Konseling Individual
Menurut definisi, konseling individu yaitu merupakan salah satu pemberian
bantuan secara perseorangan dan secara langsung. Dalam cara ini pemberian
bantuan dilakukan secara face to face relationship (hubungan muka ke muka,atau
hubungan empat mata) antara konselor dengan individu yang terjadi ketika
seorang konselor bertemu secara pribadi dengan seorang siswa untuk tujuan
konseling. Ini adalah interaksi antara konselor dan konseli dimana banyak yang
berpikir bahwa ini adalah esensi dari pekerjaan konselor.
Banyak anak muda yang enggan membicarakan masalah pribadi atau urusan
pribadi mereka dalam diskusi kelas dengan guru. Beberapa dari mereka ragu untuk
berbicara di depan kelompok-kelompok kecil. Oleh karena itu, konseling individu
dalam sekolah-sekolah, tidak terlepas dari psikoterapi, didasarkan pada asumsi
bahwa konseli itu akan lebih suka berbicara sendirian dengan seorang konselor.
Selain itu, kerahasiaan, selalu dianggap sebagai dasar konseling.
Akibatnya, muncul asumsi bahwa siswa membutuhkan pertemuan pribadi dengan
seorang konselor untuk mengungkapkan pikiran mereka dan untuk meyakinkan bahwa
pengungkapan mereka akan dilindungi. Tidak ada yang lebih aman daripada
konseling individu.
Konseling individu sebagai intervensi mendapatkan popularitas dari
pemikiran teoritis dan filosofis yang menekankan penghormatan terhadap nilai
individu, perbedaan, dan hak-hak. Hubungan konseling bersifat pribadi. Hal ini
memungkinkan beberapa jenis komunikasi yang berbeda terjadi antara konselor dan
konseli, perlindungan integritas dan kesejahteraan konseli dilindungi.
Konseling telah dianggap sangat rumit, dengan setiap kata, infleksi sikap, dan
keheningan yang dianggap penting, yang hanya bisa terjadi antara konselor yang
terampil dan konseli yang berminat. Bersama-sama mereka mencari makna
tersembunyi di balik perilaku. Seperti pemeriksaan pribadi memerlukan sikap
permisif dan kebebasan untuk mengeksplorasi ide-ide secara mendalam, di bawah
pengawasan ketat dari konselor. Selama bertahun-tahun, telah diasumsikan bahwa
pengalaman ini hanya bisa terjadi dalam interaksi antara dua orang.
Proses Pelaksanaan
Konseling Individual
Secara menyeluruh dan umum, proses konseling individual dari kegiatan
paling awal sampai kegiatan akhir, terentang dalam lima tahap, yaitu : (1)
tahap pengantaran (introduction), (2) tahap penjajagan (insvestigation), (3)
tahap penafsiran (interpretation) (4) tahap pembinaan (intervention), dan (5)
tahap penilaian (inspection). Dalam keseluruhan proses layanan konseling
perorangan, konselor harus menyadari posisi dan peran yang sedang dilakukannya.
B.
Langkah-Langkah Konseling Kelompok
Kegiatan ini diawali dengan menghimpun calon peserta yang
akan dilibatkan dalam koneling kelompok, serta menentukan waktu dan tempat yang
akan digunakan.
URAIAN KEGIATAN
Konseling kelompok dibagi 4 tahap yaitu :
Tahap 1 : Pembentukan
Tahap 2 : Peralihan
Tahap 3 : Kegiatan
Tahap 4 : Pengakhiran
TAHAP 1
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap
memasukkan diri kedalam kehidupan suatu kelompok. Langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut :
Pembentukan kelompok
Mengatur posisi duduk, sedemikian rupa sehingga seluruh anggota kelompok
bisa duduk berhadap-hadapansatu sama lain.
Doa bersama
Para anggota saling memperkenalkan diri, dan juga mengungkapkan
tujuandan harapannya yang ingin dicapai
Selanjutnya konselor sebagai pemimpin kelompok, menjelaskan tujuan yang
ingin dicapai melalui konseling kelompok, kode etik, dan azas kerahasiaan perlu
ditekankan
TAHAP 2
Pemimpin kelompok menjelaskan tata tertib dari kegiatan-kegiatan yang
akan ditempuh pada tahap III. ( merupakan kegiatan kelompok)
Setelah itu pemimpinkelompok menawarkan apakah para anggota kelompok
sudah siap untuk memulai kegiatan lebih lanjut kalau tawaran ini masih
menimbulkan suasana pelibatan yang masih ragu dan was-was dari para anggota
maka sebaiknya ditegaskan kembali mengenai maksud dan tujuan dan jaminan
kerahasiaan. Kalau perlu mengulang kembali beberapa aspek dalam tahap
pembentukan.
Kalau tawaran ini masih menimbulkan suasana yang ragu-ragu dan was-was
anggota, maka sebaiknya ditegaskan kembali mengenai maksud dan tujuan serta jaminan kerahasiaan,
jika perlu mengulangi kembali beberapa aspek dalam tahap pembentukan
TAHAP 3.
1. Tiap anggota secara
bergiliran mengemukakan masalah yang sedang dialaminya.
2. Setelah anggota
kelompok selesai mengemukakan masalahnya masing-masing .
3. Mengadakan
musyawarah guna menentukan masalah siapa dulu yang harus diprioritaskan
pemaparannya, yang menjadi pertembangan dalam menentukan prioritas adalah
masalah yang mendesak untuk ditangani dan yang menarik.
4. Untuk selanjutnya,
jika memungkinkan menentukan urutan berikutnya, saat itu juga.
5. Menentukan masalah
siswa yang menjadi prioritas
6. Guru pembimbing
mempersilakan siswa yang mempunyai masalah itu untuk mengungkap kembali secara
mendalam.
7. Guru pembimbing
menawarkan kepada tsemua anggota kelompok untuk memberi tanggapan, saran,
pendapat atau nasihat untuk minta jalan keluar/ pemecahan masalah tersebut.
TAHAP 4.
1.
Pemimpin kelompok memberitahu bahwa bahwa kegiatan akan
diakhiri.
2.
Konselor, pimpinan kelompok menyampaikan kesan pesan yang
diperolehnya melalui kegiatan ini.
3.
Konselor mempersilakan para anggota kelompok untuk
mengemukakan kesannya dan hasil sesuai kegiatani ini.
4.
Konselor menawarkan musyawarah merencanakan pertemuan
berikutnya, tentunya untuk menentukan masalah berikutnya.
5.
Do’a penutup, dipimpin konselor.
6.
Menyanyi bersama.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Manfaat
bimbingan dan konseling sepertinya masih belum dirasakan oleh masyarakat,
karena penyelenggaraannya dan pengelolaannya tidak jelas.
2. Kesan
lama, Guru Pembimbing sebagai “polisi sekolah“ atau “Polisi Susila” hingga kini
masih melekat kuat pada sebagaian masyarakat, khususnya di kalangan siswa dan
guru bahkan dikalangan kepala sekolah.
3. Guru
Pembimbing dituntut paling tidak memiliki dua kemampuan dan keterampilan yaitu
: (1) Kemampuan dan keterampilan memahami individu yang dibimbing dan (2)
Kemampuan dan keterampilan berupa teknik membantu individu.
4. Teknik-teknik
pemahaman individu dapat dikelompokkan menjadi teknik tes dan non tes.
5. Teknik
memberi bantuan dibedakan menjadi dua yaitu teknik-teknik bimbingan dan
teknik-teknik konseling.
6. Teknik
bimbingan secara umum dapat dilakukan dengan pendekatan individual, kelompok,
klasikal dan “alih tangan” Dalam pelaksanaan bimbingan dapat menggunakan
beberapa teknik, seperti : wawancara, dialog, diskusi kelompok, bimbingan
kelompok, simulasi, bermain peran, demonstrasi, ceramah, karya wisata,
mendatangkan nara sumber, studi pustaka dan sebagainya.
7. Secara
umum dalam wawancara konseling dikenal tiga teknik atau pendekatan khusus,
yaitu : a) Direktif Konseling, b) Non Direktif Konseling, c) Eklektik
Konseling.
B.
SARAN
1.
Guru Pembimbing dituntut paling tidak
memiliki dua kemampuan dan keterampilan yaitu : (1) Kemampuan dan keterampilan
memahami individu yang dibimbing dan (2) Kemampuan dan keterampilan berupa
teknik membantu individu.
2.
Guru Pembimbing sebagai “polisi sekolah“
atau “Polisi Susila” hingga kini masih melekat kuat pada sebagaian masyarakat,
khususnya di kalangan siswa dan guru bahkan dikalangan kepala sekolah.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan
kebudayaan, Layanan Konseling Perorangan, Direktorat Pendidikan Menengah Umum,
Jakarta, 1998
Departemen Pendidikan dan kebudayaan,
Layanan Bimbingan Kelompok dan Layanan Konseling Kelompok, Direktorat
Pendidikan Menengah Umum, Jakarta, 1998
Departemen Pendidikan
Nasional.2004. Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta.
Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah.
Sukardi.D. Ketut. 1983. Dasar-dasar
Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah, Surabaya. Usaha Nasional.
Surya,H.M. 1998. Buku Materi Pokok
Bimbingan dan Konseling. Yakarta. Universitas Terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar